Kongres Forum Komunikasi Guru Bantu Indonesia (FKGBI) telah digelar di Solo, 9-10 Juli 2005 lalu. Salah satu rekomendasi dalam kongres tersebut, yaitu menyampaikan tuntutan agar guru bantu diangkat sebagai pegawai negeri sipil (PNS). “Mereka tidak ingin alternatif lain, seperti kenaikan honor guru bantu,” ujar Laode Askar, dewan presidium yang mewakili Sulawesi Tenggara, sebagaimana dilansir dari Koran Tempo.
Sebelumnya, Departeman Pendidikan Nasional (Depdiknas) telah memberikan tiga alternatif untuk mengatasi permasalahan guru bantu. Alternatif I ialah mengangkat kembali semua guru bantu angkatan tahun 2003 sebanyak 174.232 orang yang telah habis masa kontraknya pada Desember 2005 dengan memberi honor yang sama dengan yang berlaku sebelumnya, yakni Rp 460 ribu per bulan. Alternatif II, melaksanakan alternatif I sekaligus menaikkan honor semua guru bantu dengan tambahan sebesar Rp 250 ribu per bulan. Sementara alternatif III, mengangkat sekurang-kurangnya 100 ribu orang guru bantu menjadi PNS pada tahun 2005 melalui proses rekrutmen khusus dan meneruskan kontrak kerja guru bantu sisanya dengan menaikkan honor mereka sebesar Rp 250 ribu per bulan.
Sementara dan tidak mengikat
Permasalahan kekurangan tenaga pendidik (guru, red) merupakan salah satu kendala yang berdampak negatif kepada usaha-usaha pembangunan pendidikan. Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, pemerintah melaksanakan program guru bantu.
Pengadaan guru bantu ini, sebagaimana tercantum dalam makalah “Program Guru Bantu” yang diterbitkan Depdiknas, bersifat sementara dan tidak mengikat. Bersifat sementara artinya bahwa pengadaan guru bantu dilaksanakan sementara waktu (tidak terus-menerus) sesuai dengan anggaran yang tersedia dan disalurkan melalui proyek pusat bekerja sama dengan proyek daerah. “Kontrak kerja yang ditandatangani oleh guru bantu berlaku untuk masa bakti tiga tahun,” ujar Dr. Fasli Jalal, Ph.D., Direktur Jenderal Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan Depdiknas RI, kepada GE Mozaik. Sementara bersifat tidak mengikat berarti bahwa tidak ada ikatan bagi pemerintah untuk mengangkat guru bantu tersebut menjadi PNS yang dipekerjakan di sekolah-sekolah, baik di dalam maupun di luar kabupaten/kota, tempat mereka bertugas pada saat menjadi guru bantu.
Meskipun program guru bantu bersifat sementara dan tidak mengikat, para guru bantu tetap menuntut agar diangkat sebagai PNS. Menurut mereka, status PNS membuat jenjang karirnya lebih jelas, sedangkan kalau menjadi guru bantu nasibnya tidak jelas terus.
Menanggapi permasalahan tersebut, pemerintah memutuskan untuk merekrut guru bantu menjadi PNS melalui rekrutmen khusus. Menurut Mendiknas Prof. Dr. Bambang Sudibyo, M.B.A. setelah berkoordinasi dengan menteri pendayagunaan aparatur negara, telah diputuskan untuk merekrut guru bantu menjadi PNS melalui proses rekrutmen khusus, tidak dicampur dengan rekrutmen PNS secara umum. “Untuk sisanya, akan diangkat melalui seleksi administrasi dengan prioritas menyangkut umur, masa pengabdian, dan penyandang cacat,” ungkap Fasli Jalal.
Depdiknas mengusulkan tahun ini untuk merekrut 100 ribu orang dari 236 ribu guru bantu untuk menjadi PNS. Sisanya yang berjumlah 136 ribu orang diusulkan untuk ditingkatkan kesejahteraannya dari Rp 460 ribu, dinaikkan Rp 300 ribu lagi untuk setiap bulannya.
(Novan/Subiyanto/Koran Tempo)
Sebelumnya, Departeman Pendidikan Nasional (Depdiknas) telah memberikan tiga alternatif untuk mengatasi permasalahan guru bantu. Alternatif I ialah mengangkat kembali semua guru bantu angkatan tahun 2003 sebanyak 174.232 orang yang telah habis masa kontraknya pada Desember 2005 dengan memberi honor yang sama dengan yang berlaku sebelumnya, yakni Rp 460 ribu per bulan. Alternatif II, melaksanakan alternatif I sekaligus menaikkan honor semua guru bantu dengan tambahan sebesar Rp 250 ribu per bulan. Sementara alternatif III, mengangkat sekurang-kurangnya 100 ribu orang guru bantu menjadi PNS pada tahun 2005 melalui proses rekrutmen khusus dan meneruskan kontrak kerja guru bantu sisanya dengan menaikkan honor mereka sebesar Rp 250 ribu per bulan.
Sementara dan tidak mengikat
Permasalahan kekurangan tenaga pendidik (guru, red) merupakan salah satu kendala yang berdampak negatif kepada usaha-usaha pembangunan pendidikan. Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, pemerintah melaksanakan program guru bantu.
Pengadaan guru bantu ini, sebagaimana tercantum dalam makalah “Program Guru Bantu” yang diterbitkan Depdiknas, bersifat sementara dan tidak mengikat. Bersifat sementara artinya bahwa pengadaan guru bantu dilaksanakan sementara waktu (tidak terus-menerus) sesuai dengan anggaran yang tersedia dan disalurkan melalui proyek pusat bekerja sama dengan proyek daerah. “Kontrak kerja yang ditandatangani oleh guru bantu berlaku untuk masa bakti tiga tahun,” ujar Dr. Fasli Jalal, Ph.D., Direktur Jenderal Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan Depdiknas RI, kepada GE Mozaik. Sementara bersifat tidak mengikat berarti bahwa tidak ada ikatan bagi pemerintah untuk mengangkat guru bantu tersebut menjadi PNS yang dipekerjakan di sekolah-sekolah, baik di dalam maupun di luar kabupaten/kota, tempat mereka bertugas pada saat menjadi guru bantu.
Meskipun program guru bantu bersifat sementara dan tidak mengikat, para guru bantu tetap menuntut agar diangkat sebagai PNS. Menurut mereka, status PNS membuat jenjang karirnya lebih jelas, sedangkan kalau menjadi guru bantu nasibnya tidak jelas terus.
Menanggapi permasalahan tersebut, pemerintah memutuskan untuk merekrut guru bantu menjadi PNS melalui rekrutmen khusus. Menurut Mendiknas Prof. Dr. Bambang Sudibyo, M.B.A. setelah berkoordinasi dengan menteri pendayagunaan aparatur negara, telah diputuskan untuk merekrut guru bantu menjadi PNS melalui proses rekrutmen khusus, tidak dicampur dengan rekrutmen PNS secara umum. “Untuk sisanya, akan diangkat melalui seleksi administrasi dengan prioritas menyangkut umur, masa pengabdian, dan penyandang cacat,” ungkap Fasli Jalal.
Depdiknas mengusulkan tahun ini untuk merekrut 100 ribu orang dari 236 ribu guru bantu untuk menjadi PNS. Sisanya yang berjumlah 136 ribu orang diusulkan untuk ditingkatkan kesejahteraannya dari Rp 460 ribu, dinaikkan Rp 300 ribu lagi untuk setiap bulannya.
(Novan/Subiyanto/Koran Tempo)